oleh

Kebijakan Bupati Kerap Picu Kontroversi, Mahasiswa Dorong DPRD Gunakan Hak Interpelasi

Meranti | IP.net — Ketua Himpunan Mahasiswa Kecamatan Pulau Merbau (Hipma-KPM), Firman kecewa terhadap sikap diam dan cuek DPRD setempat atas kondisi Meranti hari ini. Ia menilai, DPRD tidak melakukan fungsi dan kewenangannya, ketika sejumlah kebijakan kepala daerah menimbulkan beragam kontroversi saat ini.

“Saya merasa saat ini Meranti seperti tidak ada DPRD. Kondisi DPRD Meranti hari ini seperti disfungsional. Mereka tidak bisa melihat keresahan, kekhawatiran dan kekecewaan yang mendalam di masyarakat Meranti. Seharusnya, DPRD mengawasi kebijakan pemerintah daerah sesuai amanatnya, tapi kenapa DPRD hanya diam saja?” kata Firman kepada awak media, Minggu (14/8/2022)

Disebutkannya, banyak kebijakan bupati yang sangat abnormal. Ia menyontohkan tidak ikut sertanya Kepulauan Meranti dalam MTQ Riau 2022, Porprov Riau 2022 dan janji beasiswa belum penuh ditunaikan.

Selain itu wacana bagi-bagi sepeda, fasilitas seragam sekolah anak-anak, pembagian ternak juga belum tampak realisasinya. Sama halnya dengan program kartu bantuan langsung tunai (BLT) dan program lainnya yang menyangkut kesejahteraan masyarakat, tak kunjung bergerak.

Firman menyerukan adanya gerakan rakyat untuk mendorong lembaga legislatif menggunakan hak interpelasi dan hak angket terhadap kepala daerah.

“Kan aneh kalau kepala daerah tidak mengikutsertakan daerahnya di ajang MTQ. Gak pernah saya temui seperti ini selama saya hidup. MTQ itu bukan sekedar perlombaan, tetapi menjadi alat atau wadah untuk merawat generasi. Tugas bupati itu memfasilitasi dan menjadi support utama kalau ada agenda seperti ini. Kalau tidak mampu, buat apa jadi bupati,” tegasnya.

Menurutnya DPRD harus bersuara dan mengambil kebijakan tegas terhadap kondisi yang terjadi di Meranti. Tanpa didesak pun, DPRD seharusnya bisa membaca dan menyerap aspirasi lewat reaksi-reaksi masyarakat di bawah. Mulai dari banyaknya tokoh masyarakat yang angkat bicara terkait kondisi Meranti dan kondisi masyarakat Meranti saat ini. DPRD Kepulauan Meranti harus berani menggunakan hak interpelasi dan hak angket itu. Supaya jelas bisa dipertanyakan kepada kepala daerah kenapa bisa tidak ada dana dan apa alasannya.

“Saya membaca bahwa RAPBD kita sudah disahkan cukup besar. Bupati punya program strategis, tetapi sudah hampir separuh perjalanan program yang katanya strategis belum bisa dirasakan masyarakat”, ujarnya.

“Selain itu, saya juga membaca bahwa anggaran untuk biaya tak terduga sampai Rp 19 miliar lebih. Masak memberangkatkan kafilah MTQ dan ikut Porprov saja tidak sanggup,” ungkap Firman.

Ia menegaskan, jika langkah – langkah politik tidak dilakukan, maka kepercayaan masyarakat ke DPRD akan semakin melorot. Di luar tugas DPRD yang melakukan fungsi menyerap aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan, DPRD juga tempat kami mengadu di saat masyarakat tidak tahu lagi ingin berkeluh kesah ke mana.

“Kalau DPRD tidak melakukan tindakan tegas terhadap kebijakan-kebijakan seperti ini, maka kami dari mahasiswa yang akan mengajak masyarakat untuk menyampaikan langsung aspirasi ini ke gedung dewan itu,” pungkasnya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *