oleh

Terkait Polemik Masjid Hadijah, Komisi III DPRK Aceh Tamiang Gelar RDP Kedua Kalinya

Aceh Tamiang | IP.net — Lahan dan status Mushalla Langgar Jati Kampung Bundar sudah berubah menjadi Masjid Hadijah, sehingga permasalahan itu kini terus menuai polemik di masyarakat Aceh Tamiang.

Terkait persoalan itu, Komisi III DPRK Aceh Tamiang dengan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Tamiang dan Perangkat Kampung Bundar Kecamatan Karang Baru menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin, 20 Maret 2023 pukul 10.20 Wib.

“Karena keterbatasan waktu dari pihak terkait dan padatnya jadwal alat kelengkapan Dewan, sehingga RDP mengenai hal ini tidak bisa dilaksanakan dalam satu waktu”, kata Pranata Humas DPRK Aceh Tamiang, Ruli Setiawan, SE Selasa, (21/03/2023) di ruang kerjanya.

Pranata Humas menyebutkan, Rapat Dengar Pendapat dipimpin oleh Ketua Komisi III, H. Saiful Sofyan, SE dan dihadiri oleh anggota Komisi III, Dedi Suriansyah, MA memanggil Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Tamiang dan perangkat Kampung Bundar Kecamatan Karang Baru. Selain itu juga tampak berhadir Anwar Fadli, S.Ag (Kasie Bimas); Almahdar (Datok Penghulu); Zainal (Imam Kampung Bundar); dan Tarmihim (Ketua MDSK Bundar).

Informasi yang berhasil dihimpun Inspirasi Publik melalui Pranata Humas, sebelumnya pada tanggal 7 Februari 2023 Komisi III dalam RDP pertama, telah menerima penjelasan dari Sekretaris Daerah, PT. Bank Aceh Syariah Cab. Kuala Simpang dan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Tamiang terkait polemik pembangunan Masjid Hadijah.

Menurut Pranata Humas, dalam RDP tersebut, Drs. Asra selaku Sekretaris Daerah menyampaikan bahwa Mushalla Langgar Jati tidak hilang, hanya posisinya telah pindah di Dusun Damai Kampung Bundar dengan nama Meunasah Jati dan sampai saat ini meunasah tersebut masih aktif untuk kegiatan keagamaan.

Sementara bangunan bekas mushalla tidak layak lagi untuk tempat pelaksanaan peribadatan, sehingga timbul keinginan Pak Mursil (Bupati Aceh Tamiang kala itu) untuk membangunnya dan meningkatkan dari mushalla menjadi masjid, dan juga untuk menambah keindahan serta keasrian bangunan yang berada di pinggir jalan.

“Pengakuan Sekda tanah yang didirikan Mesjid Hadijah masih berstatus tanah milik Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang”, kata Pranata Humas.

“Sementara itu, lanjutnya lagi, PT. Bank Aceh Syariah Cabang Kuala Simpang menyampaikan hal mengenai polemik sumber dana pembangunan Masjid Hadijah, menyatakan bahwa tidak ada bantuan dana CSR untuk pembangunan mesjid tersebut”, imbuhnya.

Lebih lanjut Pranata Humas menjelaskan, MPU Kabupaten Aceh Tamiang dalam surat yang disampaikan kepada Komisi III, yaitu Tausyiah MPU Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 450/MPU/001/2023 tentang Pelaksanaan Pendirian Masjid Hadijah, tertanggal 21 Februari 2023. Dalam isi tausyiahnya, MPU menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :

1. Bahwa MPU Aceh Tamiang tidak pernah mengeluarkan rekomendasi tentang pendirian Masjid Hadijah; 2. Meminta kepada semua pemangku kepentingan untuk dapat menyelesaikan polemik status tanah pendirian Masjid Hadijah sesuai peraturan yang berlaku; 3. Meminta kepada masyarakat untuk menghentikan polemik yang menjurus kepada fitnah dan perpecahan di tengah masyarakat; dan 4. Terkait tentang hukum tempat pelaksanaan dan Ta’addud (berbilang Jum’at dalam satu desa) agar mempedomani fatwa MPU Aceh Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tempat Pelaksanaan dan Ta’addud Jum’at.

Pranata Humas mengungkapkan, dalam RDP Datok Penghulu Kampung Bundar, Almahdar memberikan penjelasannya terkait pembangunan Masjid Hadijah tersebut bahwa izin mendirikan bangunan tidak pernah dilaporkan ke pihaknya (Desa-Red).

“Terkait history Langgar Jati tidak pernah mereka permasalahkan diganti dengan bangunan lain dan pihak kampung telah menerima ganti bangunan mushalla karena kawasan itu disampaikan kepada pihak kampung untuk dijadikan Ruang Taman Hijau (RTH)”, terang Pranata Humas.

Masyarakat melaporkan kepada Datok Penghulu melalui surat, menolak pembangunan mesjid tersebut. Karena sudah ada masjid di kampung Bundar yaitu Masjid Syuhada dan hal ini memutuskan shaf dalam pelaksanaan Shalat Jum’at.

“Kalau bangunan tersebut dijadikan mushalla dikatakan Datok Almahdar pihak kampung akan menerimanya”, ujar Pranata Humas.

Dijelaskan Pranata Humas, dalam penyampaian Datok Penghulu, Almahdar, dirinya berharap sebelum ada gesekan yang luas di masyarakat, para pemangku kepentingan agar dapat menyelesaikan permasalahan ini.

Almahdah menyampaikan bahwa pihak Kampung sudah melaksanakan rapat kampung dan pihak Kampung tidak mempunyai wewenang lebih jauh karena tanah tersebut milik Pemkab Aceh Tamiang, kampung Bundar telah melepaskan aset tanah itu untuk peruntukkan RTH.

“Pihak kampung sudah meminta agar tanah itu jangan dibangun mesjid dan sudah mempertanyakan kepada MPU serta Kankemenag Kabupaten Aceh Tamiang, mereka setuju hanya merekomendasikan pembangunan mushalla”, katanya.

Selain itu, ditambahkan oleh Zainal selaku Imam Kampung berkata, dengan berdirinya masjid Hadijah tersebut dapat memecah belah umat dengan ada beberapa mesjid dalam satu kampung.

“Apabila Masjid Syuhada dianggap kurang dapat menampung jamaah untuk shalat, Kampung Bundar akan meluaskan lagi bangunan masjid Syuhada, dirinya berharap agar jangan membenarkan suatu masalah, ikuti aturan yang berlaku dalam pembangunan masjid sehingga tidak menimbulkan polemik”, jelasnya.

Tanggapan Kankemenag Kabupaten Aceh Tamiang melalui Anwar Fadli, S.Ag selaku Kasie Bimas menjelaskan bahwa mesjid dan mushalla di seluruh Indonesia terdata di aplikasi SIMAS (Sistem Informasi Masjid) dan data di Kabupaten Aceh Tamiang belum berubah.

“Kankemenag tidak pernah mengeluarkan izin/rekomendasi dan yang disampaikan kepada pihaknya hanya pembangunan mushalla. Menurutnya Kankemenag hanya berfungsi sebagai administrasi, sedangkan telaah hukum seperti syarat-syarat pembangunan masjid ada di MPU”.

“Ada Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah. Kankemenag berharap agar permasalahan ini untuk segera diselesaikan, karena menurutnya agar jangan menjadi isu nasional sehingga daerah kita nantinya dianggap intoleransi dalam beragama”, ungkapnya.

Dikatakan Pranata Humas DPRK Aceh Tamiang, pada penutupan RDP tersebut, H. Saiful Sofyan, SE mengucapkan terima kasih kepada peserta yang hadir dan dapat memberikan kejelasan mengenai permasalahan pendirian Masjid Hadijah.

“Selanjutnya Komisi III akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang mengenai tuntutan dari masyarakat Kampung Bundar yang telah disampaikan oleh Datok Penghulu dan perangkatnya agar merubah nama masjid menjadi mushalla dan jangan dilaksanakan Shalat Jum’at di Masjid Hadijah sebelum ada ketentuan jelas mengenai hal tersebut”, pungkasnya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *